Selasa, 30 April 2013

Latar Belakang Munculnya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi



Munculnya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini bermula dari mulai merasuknya pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Jika kita lihat, kita mulai terbiasa menggunakan mesin ATM untuk mengambil uang, menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile banking), menggunakan Internet untuk melakukan transaksi (Internet banking, membeli barang), berikirim e-mail atau untuk sekedar menjelajah Internet, perusahaan melakukan transaksi melalui Internet (e-procurement), dan masih banyak lainnya. Semua kegiatan ini merupakan pemanfaatan dari Teknologi Informasi.

Teknologi Informasi memiliki peluang untuk meningkatkan perdagangan dan perekonomian nasional yang terkait dengan perdagangan dan perekonomian global. Salah satu kendala yang muncul adalah ketidak-jelasan status dari transaksi yang dilakukan melalui media cyber ini. Untuk itu Cyberlaw Indonesia harus dipersiapkan.

Kata “Teknologi Informasi” di sini merupakan terjemahan dari kata “Information Technology” (IT). Singkatan yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah “IT” bukan “TI”, meskipun kalau kita lihat semestinya singkatan yang digunakan adalah TI. Hal ini dilakukan agar tidak membingungkan pembaca. Singkatan “TI” sudah lazim digunakan untuk “Teknik Industri”. Istilah lain yang sering juga digunakan di Indonesia adalah “Telematika”. Namun untuk tulisan ini, penulis akan menggunakan istilah “IT” saja.

Ternyata efek dari pemanfaatan IT ini berdampak luar biasa. Selain memberikan kemudahan, dia juga menghasilkan efek negatif, seperti antara lain:


  •  Penyadapan email, PIN (untuk Internet Banking).
  •  Pelanggaran terhadap hak-hak privacy.
  •  Masalah nama domain seperti kasus mustika-ratu.com yang didaftarkan oleh bukan pemilik Mustika Ratu, atau kasus typosquatter “kilkbca.com” (perhatikan huruf “i” dan “l” bertukar tempat) yang menyaru sebagai “klikbca.com”.
  •  Penggunaan kartu kredit milik orang lain.
  • Munculnya “pembajakan” lagu dalam format MP3, yang kemudian disertai dengan tempat tukar menukar lagu seperti Napster2. Napster sendiri kemudian dituntut untuk ditutup (dan membayar ganti rugi) oleh asosiasi musik.
  • Adanya spamming email.
  • Pornografi. 

Hal-hal lain yang sifatnya tidak jelas sebelum adanya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini antara lain:

  •  status dari transaksi yang menggunakan media Internet, misalnya e-procurement;
  •  status legal dari tanda tangan digital;
  •  status dari e-government.

Hal-hal di atas memaksa adanya sebuah undang-undang yang dapat memberikan kejelasan bagi pihak-pihak yang terkait. Karena banyaknya hal yang harus diberikan landasan, maka RUU yang dikembangan ini berupa sebuah “umbrela provision”. Diharapkan nantinya ada UU atau PP yang lebih spesifik untuk bidang-bidang yang sudah diberikan slotnya oleh RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini.


Dapatkah dunia Cyber diatur?

Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber tidak dapat diatur. Hal ini cukup menganehkan karena kata “cyber” ini berasal dari kata “cybernetics” dimana tujuannya adalah mengendalikan sesuatu (misalnya robot) dari jarak jauh. Jadi tujuan utamanya adalah kendali total. Perfect control. Maka akan aneh jika dikatakan cyber tidak dapat diatur.

Ada beberapa sumber bacaan filosofis dan hukum yang dapat menjelaskan hal ini dengan lebih detail, seperti misalnya buku dari Lawrence Lessig (yang berjudul “Code and Other Laws of Cyberspace”). Buku Lessig ini pada intinya menunjukkan beberapa cara untuk mengatur atau mengendalikan dunia cyber melalui commerce. Jika kita tidak dapat mengendalikan indiviual, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan insentif kepada bisnis sehingga akhirnya orang-orang menerima peraturan dengan lebih mudah. Sebagai contoh, jika pemerintah memaksakan semua orang harus memiliki digital identity (digital ID), maka akan banyak yang protes karena merasa tidak perlu dan curiga kepada pemerintah. Akan tetapi jika pemerintah memberikan insentif kepada bank yang menerapkan penggunaan digital ID pada nasabahnya (misalnya nasabah yang memiliki digital ID tidak dikenakan biaya untuk transaksi yang dilakukannya) maka lama kelamaan sebagian besar orang akan memiliki digital ID tanpa harus dipaksakan. Sama halnya dengan kepemilikan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Tidak semua orang memiliki SIM, namun orang yang memiliki SIM memiliki banyak keuntungan. Selain merupakan syarat untuk mengemudi, SIM juga dapat digunakan sebagai identitas (untuk mengambil uang, wesel, dan sebagainya). Jadi banyak orang yang mengambil SIM.


Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawanhukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,mengurangi, melakukan transmisi, merusak,menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidakberhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.


Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.


Pasal 32,33: Yuridiksi

Hal yang menarik dari pasal 32 ini adalah adanya pelebaran yuridiksi, dimana Pengadilan Indonesia berhak mengadili siapapun yang melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang akibatnya dirasakan di Indonesia. Sebagai contoh, jika seorang cracker Amerika melakukan kejahatan terhadap sebuah bank di Indonesia, maka pengadilan Indonesia berhak mengadili. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan, mulai dari justifikasinya sampai ke efektivas pelaksanaannya.

Pelebaran yuridiksi ini dengan sadar dan sengaja ditambahkan mengingat sifat teknologi informasi yang sudah global. Hal ini juga dilakukan oleh negara lain, seperti Amerika Serikat. Ada contoh kasus dimana seorang warga negara Rusia yang bernama Dmitri Sklyrov yang membuat sebuah program untuk menghilangkan proteksi yang diterapkan dalam Adobe e-books. Dia menulis programnya di Rusia, dimana hal ini bukanlah sesuatu yang ilegal. Ketika dia datang ke Amerika (untuk sebuah konferensi), dia ditangkap dan dipenjarakan. (Ada banyak sumber informasi di Internet yang membahas tentang kasus Dmitri Sklyrov ini secara lebih rinci.)

Kembali ke contoh seorang cracker Amerika yang melakukan kejahatan terhadap sebuah bank Indonesia. Pasal 32 dan 33 ini memberikan kewenangan untuk menangkap dia ketika dia masuk ke wilayah Indonesia. Kita tidak harus secara proaktif mencoba menangkap dia di Amerika. Adanya sangsi ini membuat dia kehilangan kesempatan untuk mengunjungi Indonesia. Jika hal ini diterapkan oleh negara-negara lain maka cracker akan berpikir banyak untuk melakukan kejahatan jarak jauh karena semakin kecil dunia yang dapat dikunjunginya (secara fisik). Tanpa ada pasal ini, maka Indonesia akan menjadi tidak kuasa untuk mempertahankan diri dari serangan orang luar meskipun dampaknya dirasakan di Indonesia.

Senin, 29 April 2013

Asas-asas Cyber Law




Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
  • Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
  • Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
  • nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
  • passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
  • protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
  • Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.

fungsi fungsi yang dilakukan perusahaan provider dalam perkembangan cyberlaw di indonesia



Perkembangan  internet  di  Indonesia  mengalami  percepatan  yang  sangat tinggi  serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak pengguna jaringan internet yang  terus meningkat sejak paruh  tahun 90′an.  Salah  satu  indikator  untuk  melihat  bagaimana aplikasi  hokum tentang  internet  diperlukan di  Indonesia adalah dengan  melihat   banyaknya   perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang  memberikan  jasa  provider  di  Indonesia  sadar  atau  tidak  merupakan pihak  yang berperanan  sangat  penting dalam memajukan perkembangan  cyber  law  di  Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :
  • Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet.
  • Perjanjian pembuatan desain home page komersial.
  • Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server;
  • Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet;
  • Pemberian informasi yang di update setiap hari oleh home page komersial;
  • Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.
Merupakan  faktor  dan  tindakan  yang  dapat  digolongkan  sebagai tindakan  yang berhubungan  dengan  aplikasi  hukum tentang  cyber  di  Indonesia.  Oleh  sebab  itu  ada baiknya  didalam  perkembangan  selanjutnya agar  setiap  pemberi jasa atau pengguna internet  dapat terjamin  maka  hukum tentang  internet  perlu dikembangkan  serta  dikaji sebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.

Minggu, 28 April 2013

Ruang Lingkup Cyber Law



Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau  aspek hukum dari:
  • E-Commerce,
  • Trademark/Domain Names,
  • Privacy and Security on the Internet,
  • Copyright,
  • Defamation,
  • Content Regulation,
  • Disptle Settlement, dan sebagainya.

Teori-teori cyberlaw


Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :
  • The Theory of the Uploader and the Downloader,  Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini.
  • The Theory of Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.
  • The Theory of InternationalSpaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality.

Komponen-komponen Cyberlaw

  1. Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
  2. Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
  3. Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang  patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;
  4. Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;
  5. Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
  6. Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;
  7. Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.



Sejarah Dan Perkembangan Cyber Law




Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.

Cyber Law juga didefinisikan sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai aktivitas manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi informasi). Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace. Cyberspace berasal dari kata latin Kubernan yang artinya menguasai atau menjangkau. Karena ”cyberspace”-lah yang akan menjadi objek atau concern dari ”cyber law”.

Perkembangan Cyber Law di Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang telah menggunakan internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju.

Landasan fundamental di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai hukum khusus, di mana terdapat komponen utama yang meng-cover persoalan yang ada di dalam dunai maya tersebut, yaitu :

  • Yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait.
  • Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
  • Landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
  • Aspek hak milik intelektual di mana ada aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan, serta berlaku di dalam dunia cyber.
  • Aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
  • Aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari internet.
  • Ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan didalam internet sebagai bagian dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
  • Aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di Indonesia. Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet terus meningkat sejak paruh tahun 90'an.


Salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan banyak perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesian sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan perkembangan Cyber Law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :


  • Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet;
  • Perjanjian pembuatan desain home page komersial;
  • Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server;
  • Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet;
  • Pemberian informasi yang di-update setiap hari oleh home page komersial;
  • Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.


Fungsi-fungsi di atas merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya di dalam perkembangan selanjutnya, setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin. Maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.



Definisi Cyberlaw




Menurut Indonesian Defense University Definisi cyberlaw adalah hukum terkait dengan proses dan resiko teknologi pada cyber space. Dari perspektif teknologi, cyber law digunakan untuk membedakan mana cyber activity yang bersifat legal dan mana yang tergolong tindak kejahatan dunia maya (cyber crime) atau pelanggaran kebijakan (policy violation).
  
Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu. 

Saat ini Indonesia memiliki satu regulasi terkait dengan transaksi elektronik yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).  

Tetapi di kalangan peminat dan pemerhati, masalah hukum yang berkaitan dengan Internet di Indonesiamasih menggunakan istilah “cyberlaw”. Dimana hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan danyuridiksi tidak mampu lagi merespon persoalan-persoalan dan karakteristik dari Internet dimanapara pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet tidak lagi tunduk pada batasankewarganegaraan dan kedaulatan suatu negara.

Tujuan Cyber Law



Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana.  Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.





Sumber : https://fairuzelsaid.wordpress.com/2010/08/23/cyber-law-konsep-cyber-law/#more-2462

Senin, 15 April 2013

Pengertian Cyber Law

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya (virtual world).